I lost my friend, I lost my best friend, I lost my circle, and I lost my community
Refleksi akhir tahun seolah sudah menjadi aktivitas yang tidak terlewatkan, baik disadari oleh diri sendiri maupun karena peristiwa tidak terduga yang mengakibatkan diri kita harus merefleksikan apa-apa saja yang telah dilakukan selama satu tahun kebelakang.
Setelah tahun lalu (2023) berbagai pencapaian yang diperoleh ditutup dengan suatu tragedi memalukan yang tidak pernah terbayangkan akan menimpa saya, maka pada tahun ini (2024) merupakan garis waktu untuk kembali pada kesendirian dan refleksi atas berbagai kesalahan dan pencapaian.
Saya berupaya untuk memahami penyebab dari timbulnya perasaan kesendirian yang diakibatkan dari garis waktu semacam ini dengan paling tidak mencoba menuliskannya secara jujur dan berani.
Garis waktu kesendirian kali ini (2024) diakibatkan setidaknya dalam empat faktor:
- Akibat dari peristiwa yang menenggelamkan seluruh pencapaian saya (nama baik, relasi, dan penghargaan) yang saya peroleh selama 4 tahun di Gadjah Mada (tragedy);
- Akibat dari karakter yang terlalu angkuh terhadap nilai pertemanan yang saya pahami selama 7-8 tahun belakangan;
- Waktu, situasi, dan kondisi yang sedemikian rupa memaksa kita menjadi seseorang yang merasa menjadi orang paling kesepian ditengah hiruk pikuk dunia; atau bahkan
- Barangkali juga kombinasi semuanya.
Perihal yang pertama, sebagian besar atau bahkan sepenuhnya waktu tahun ini menjadi masa pemulihan mental atas tragedy memalukan yang Saya alami karena paling tidak saya butuh:
|
Keterangan |
1-2 bulan untuk menenangkan diri |
- Jelas saya mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) akibat tragedy tersebut.
- Akhirnya, secara impulsif saya mengambil keputusan untuk menghilang dan menjauhi keramaian publik, yaitu jalinan pertemanan yang telah Saya temui selama 4 tahun belakangan
|
3-4 bulan untuk berani tampil kembali di sebagian ruang publik |
- Menghindar dari sebagian publik yang saya takut dan khawatirkan akan reaksi yang mungkin mereka berikan.
- Mendramatisir keadaan dengan menjadi sosok yang berbeda dan tidak dikenal.
- Padahal, beberapa orang yang menaruh kepedulian dan kepercayaan pada relasi pertemanan yang saya bangun selama 4 tahun terakhir benar-benar khawatir dan peduli dengan kondisi yang saya alami.
- Akhirnya, saya justru menjadi sosok yang aneh, menyebalkan, membuat geram atau bahkan secara tidak sengaja menyakitkan hati mereka-mereka yang menaruh perhatian.
|
5-6 bulan untuk dapat menjalani kembali kehidupan normal |
- Akhirnya, saya sadar keputusan itu tidak menyelesaikan persoalan.
- Sembari menghadapi hidup yang harus terus berjalan, dibantu dengan dukungan yang berarti dari beberapa pihak yang benar-benar peduli dengan kondisi saya, saya berusaha bangkit dari keterpurukan.
- Saya memberanikan diri untuk kembali menjadi diri sendiri, menyambung kembali yang putus, dan mencari lingkungan baru untuk kembali menjadi manusia dewasa yang normal.
|
7-8 bulan untuk memaafkan diri sendiri secara perlahan |
- Menertawakan kebodohan yang terjadi sembari beradaptasi dengan kesendirian yang perlahan baru saya sadari akhir-akhir ini dan coba saya uraikan satu per satu akar persoalannya.
- Menemukan lingkungan baru dengan suasana yang hampir sama dengan saat itu (2020), yaitu mengubah kepribadian menjadi bermode profesional.
- Kendati sempat ingin berupaya menerapkan mode kekeluargaan, setelah dipikir-pikir sepertinya tidak kompatibel untuk lingkungan yang ada sehingga ya sudah prinsipnya jalani saja seadanya dulu.
- Setidaknya mode profesionalisme ini sudah pernah saya jalani selama 1 tahun sehingga bukan hal baru untuk menjadi demikian; ada hanya saat dibutuhkan, dan bekerja sesuai dengan yang dibayarkan (walaupun kadang-kadang juga masih kelepasan buat jadi orang yang gaenakan).
|
9-10 bulan untuk mulai benar-benar memaafkan diri sendiri dan berdamai dengan tragedy sebagai bagian dari perjalanan kehidupan pribadi yang tidak mungkin bisa dihapus |
- Kata orang memaafkan orang lain lebih mudah daripada memaafkan diri sendiri. Mungkin itu yang saya rasakan selama 9-10 bulan dalam tahun ini.
- Memaafkan diri sendiri artinya harus mempunyai keberanian untuk mengaku menyesal atas tindakan yang kita lakukan karena ada rasa tanggungjawab yang muncul setelahnya.
- Kita tidak secara otomatis memiliki keberanian untuk bertanggungjawab atas konsekuensi yang muncul dari tindakan yang kita atau bahkan telah orang lain lakukan pada kita.
- Pada akhirnya, menjadi dewasa bukan hanya perihal berani mempertanggungjawabkan seluruh tindakan kita yang berakibat pada orang lain, tetapi juga berani menghadapi konsekuensi dari seluruh tindakan orang lain yang berakibat pada diri kita pribadi.
|
11-12 bulan untuk memahami makna dari tragedy tersebut dan mencari pesan yang ingin Tuhan sampaikan untuk menghadapi masa depan yang mungkin bahkan lebih keras dari ini |
- Alhasil, di usia saya yang hampir menginjak 24 tahun, rasanya seperti sudah mendapatkan dua kali turning point (titik balik) dalam kehidupan, yaitu 2019-2020 (18th) dan 2023-2024 (23th).
- Seperti beberapa waktu lalu saya mendapatkan pencerahan dari seorang mentor bahwa “hidup ini berpola”, maka cari dan pahami pola itu untuk keluar dari kutukan pola itu.
|
(bersambung ke Desember 2024)